Makna Hari Raya Sugihan Jawa, Rangkaian Hari Raya Galungan

Makna Hari Raya Sugihan Jawa, Rangkaian Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan akan dirayakan setelah umat Hindu di Bali melewati rangkaian Sugihan Jawa dan Sugihan Bali.

Pada ulasan kali ini, lokerbali.info akan membahas tentang Sugihan Jawa.

Baca Juga : Makna Hari Raya Nyepi di Bali

Apa Itu Hari Raya Sugihan Jawa dan Maknanya Bagi Umat Hindu di Bali

Ilustrasi Umat Hindu di Bali Merayakan Hari Raya Keagamaan (Sugihan Jawa)
Ilustrasi Umat Hindu di Bali Merayakan Hari Raya Keagamaan – Sumber : Istock

Hari raya Sugihan Jawa jatuh pada Kamis Wage Wuku Sungsang, tepat di tanggal 19 September 2024.

Hari raya ini selalu dirayakan oleh umat Hindu Bali 6 hari sebelum merayakan rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan.

Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba adalah sebuah rangkaian prosesi rohani dalam rangka menyucikan alam semesta (Bhuana Agung).

Penamaannya diambil dari kata “sugi” yang berarti membersihkan dan “jawa” berarti luar.

Berarti upacara ini mengartikan tentang hari suci untuk penyucian secara skala dan niskala terhadap alam semesta atau Bhuana Agung.

Mengacu pada lontar Sundarigama dijelaskan bahwa Sugihan Jawa merupakan pesucian dewa semua Bhatara.

Pelaksanaan hari raya ini dengan membersihkan alam lingkungan sekitar, baik pura, tempat tinggal, dan alat – alat upacara di setiap tempat suci.

Termasuk juga dengan melakukan persembahan berupa sesajen pada Pralingga dan juga Pratima.

Baca Juga : Kalender Bali 2024 Beserta Hari Penting Nasional

Menurut buku Hari Raya Galungan yang ditulis oleh Dra Ni Made Sri Arwati (1992), pada hari raya Sugihan Jawa dilaksanakan juga pamretistan ring Bhatara Kabeh, yakni upacara mererebu di pemrajan atau sanggah.

Adapun upacara mererebu ini dilengkapi dengan upakara pengeresikan dengan sarana bunga yang harum untuk mensthanakan para Dewa dan Pitara.

Dijelaskan pada buku ini, upakara parerebuan ini diusahakan menggunakan guling itik. Prosesi parerebuan dimulai dari bangunan suci paling utama, misalnya Padmasana, Kemulan, Meru, Gedong, Taksu, hingga terakhir dilebar di jaba (halaman terluar) dilengkapi dengan segehan dan tetabuhan arak-berem,

Setelah itu prosesi tersebut selesai, baru setelah itu para umat Hindu melaksanakan persembahyangan dan matirtha. Dengan berakhirnya nunas tirtha itu, maka berahir pula pelaksanaan Sugihan ini.

Pandangan Masyarakat di Bali Tentang Hari Raya Sugihan

Terdapat pandangan yang rancu di antara masyarakat di Bali tentang hari raya Sugihan.

Banyak masyarakat yang berpendapat jika merayakan hari raya sugihan jawa artinya merupakan keturunan dari Majapahit (Jawa) dan Sugihan Bali artinya keturunan Bali Aga atau Bali asli.

Menurut Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., kedua hari raya Sugihan ini tidak dipisahkan dari prosesi rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan di Bali yang berfungsi untuk memperingati hari kemenangan Dharma melawan Adharma.

Namun dalam dalam kehidupan masyarakat di Bali, hari raya Sugihan dibedakan hanya semata-mata karena adanya tradisi yang sudah berlaku secara turun-temurun yang juga disesuaikan dengan desa kala patra.

Sudiana menyatakan, Umat Hindu di Bali sebaiknya melaksanakan kedua sugihan tersebut. Namun, perbedaan dalam kemeriahan pelaksanaan salah satu sugihan yang telah berlangsung secara turun-temurun memang sulit dihilangkan. Dengan kata lain, tradisi umat Hindu untuk melaksanakan Sugihan Jawa, seperti mengadakan upacara pengerebuan, tetap dijalankan sesuai dengan kebiasaan yang ada.

Semoga Bermanfaat !

Baca Juga : Mengenal Pakaian Adat Bali, Dilengkapi Nama, Jenis dan Gambar

Bagikan :

Mungkin Kamu Juga Suka